BREAKING

Jumat, 12 September 2014

SARI MOELY




Ibu Nur Afiah
Saat membantu kakaknya menimbang pisang yang akan dikirim keluar daerah hatinya tergerak melihat banyak pisang yang masih layak makan tetapi karena tidak masuk kriteria pembeli maka ditinggalkan dan terbuang sia-sia.  Atas kondisi tersebut ibu rumah tangga tiga orang anak istri dari Bapak Mutakaliman mencoba memanfaatnya dengan mengolah pisang-pisang yang tersisa tersebut menjadi sale pisang.  Bagi sebagian orang boleh mengganggap bahwa pisang yang tidak terjual ini adalah sampah, tetapi bagi perempuan yang dilahirkan pada tahun 1979 lalu ini hal tersebut salah besar.  Sebab kalau sampah tentu tidak akan bisa dimakan, tetapi ini ini sebaliknya cita rasa setelah pengolahan hasilnya sangat nikmat dan bahkan sangat laku dijual dan tentu bisa menambah penghasilan keluarga.  Inilah kesan pertama ketika tim berkunjung ke rumah Ibu Nur Afiah ibu rumah tangga  yang juga ketua kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) Pekon Semarang Jaya Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat.
Pisang Ambon yang  sempat ditolak dan kini dijadikan Bahan Dasar Sari Moely
Ibu Nur memulai kegiatan pengolahan pisang sale ini pada tahun 2012.  Walaupun sale pisang bukanlah pakanan langka atau banyak sekali sale pisang di tempat lain, tetapi bagi Ibu Nur mempertahankan cita rasa, kemasan, dan tingkat keamanan saat di konsumsi  tentu akan menempatkan hasil produksinya pada tempat tersendiri di hati pelanggangnya dan masyarakat.  Sale pisang berbahan dasar pisang ambon dan pisang muly hasil sentuhan tangan Ibu Nur Afiah ini di kemas dalam bentuk bungkusan kecil dan besar; dimana untuk bungkusan kecil diberi bandrol Rp 5000 sedangkan untuk bungkusan kecil Rp 500, tentu harga ini yang sangat bisa dijangkau oleh semua kalangan.  Maka tak mengherankan bila perkembangan usaha sale yang dilabely Sary Moely ini terbilang cepat, dan atas perkembangan ini Ibu Nur mengatakan bahwa semuanya berkat tekadnya seorang dan dorongan sang suami yang telah memberi motivasi untuk terus mengembangkan usaha dan memberi pandangan untuk meminjam dana SPP dari UPK Kecamatan Air Hitam: Kalau kita mau maju kita harus menambah modal, dan untuk itu SPP adalah Solusinya. Demikian Ibu Nur berkisah asal muasalnya yang mendorong beliau memutuskan untuk mengakses dana SPP.  “Awalnya saya nggak mau mengakses dana SPP karena takut ribet dan bunganya besar”. Kata Nur
 
Produk Sale Sari Molely
Nama Sari Moely bukan saja nama produk sale yang dihasilkan oleh ibu Nur dan 4 orang dari 12 anggota kelompoknya, tetapi nama ini juga dilekatkan  menjadi nama Kelompok SPP yang telah mengakses dana dari UPK Kecamatan Air Hitam pada tahun 2014  dan  kini telah memasuki angsuran bulan ke-2 yang info awalnya Ibu Nur proleh dari sang suami yang secara kebetulan adalah anggota LHP Pekon Semarangjaya Kecamatan Air Hitam.
Sejak mengakses dana SPP memang terlihat beda; kalau awalnya tenaga untuk melakukan pembuatan sale ini dilakukan oleh Ibu Nur seorang diri, tetapi saat ini atau setelah mendapat suntikan dana Rp 2.000.000,- /orang  atau Rp 24 Juta/12 orang  tenaga yang mengerjakan usaha ini dilakukan oleh 2 orang.  Begitu juga dengan hasilnya; kalau awalnya setiap selesai di goreng hanya menghasilkan 2 toples jumbo maka kini menjadi 8 toples jumbo setiap sekali menggoreng.
Sari Moely sebelum di Kemas
Kini mulai banyak pihak melirik usaha yang dikembangkan oleh Ibu Nur sekedar untuk melihat-lihat dan ada juga yang datang bermaksud menawarkan bantuan permodalan, tetapi bagi Ibu Nur dan Bapak Mutakaliman apapun dan bagaimanapun teknik pengolahan dan strategi penjualan produk sale lebih utama ketimbang bantuan permodalan itu sendiri; Buat apa kami dapat modal besar tetapi barang kami tidak disukai konsumen atau tidak laku kata Ibu Nur saat membahas tentang pentingnya permodalan atau pengelolaan dan pengolahan.   
Gudang Sekaligus Tempat Penimbangan Pisang Milik Kakak Ibu Nur
Dan atas dasar ini pula kini Ibu Nur yang merupakan jebolan pondok pesantren Tremes Pacitan ini sedang mengembangkan jaringan penjualan atas salenya di kecamatan lainnya di Lampung Barat.   Kalau awalnya sale Sari Moely hanya di temukan di Kecamatan Air Hitam, kini sale ini sudah bisa ditemukan di Kecamatan Pajar Bulan dan dan mudah-mudahan tidak lama lagi juga akan dipasarkan Demikian Ibu Nur Afiah .. (tim)

Kamis, 11 September 2014

Menuju Kemandirian



Pendiri dan Penggerak Kelompok SPP Mandiri Kec Pagar Dewa Lampung Barat

Menanjak menurun dan berdebu adalah medan jalan yang lumrah bagi masyarakat di Pekon Margajaya Kecamatan Pagar Dewa Lampung Barat.  Selama berpuluh-puluh tahun masyarakat yang tinggal di daerah ini dihadapkan dengan kondisi sulit transportasi bila musim panas berdebu dan kalau musim hujan berlumpur, bagi mareka jalan berdebu lebih baik dibandingkan dengan jalan berlumpur karena ini akan mempercepat waktu tempuh, sebab bila jalan sudah berlumpur ban motor harus di pasang rantai dan waktu tempuh bisa berlipat-lipat. Akan mujur kalau tidak jatuh atau ban motor terprosok sehingga badan mareka pun akan cedera.
Dalam kondisi cuaca panas jarak antara pekon Marga Jaya dan Pekon Giham/Jalan Lintas Liwa Bukit Kemuning yang hanya sekitar 30 KM bisa di tempuh dalam waktu 1 jam, sedangkan dalam kondisi cuaca hujan jalan berlumpur waktu tempuh bisa mencapai 2 jam atau lebih tergantung tingkat kepandaian si pembawa kenderaan.  Namun apapun kondisi medan jalan perjuangan untuk melanjutkan hidup harus terus dilanjutkan; inilah yang yang terucap dari mulut tiga orang perempuan pengurus kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) Mandiri unit kegiatan PNPM-MPd Kecamatan Pagar Dewa yang berdomisili di Pekon MargaJaya.
   Ibu Wirniati yang dilahirkan di salatiga 12/09/1975 istri dari Bapak Supandi dan Ibunda dari Miftahul Huda (20 Tahun) dan Hijatul Inayah (12 Tahun), dan Ibu Nurlelawati terlahir pada 21/04/1973, Istri dari Bapak Haryani Armando dan Ibunda dari Alpin prayoga (19 tahun), Cintia (14 Tahun), Dani (7 Tahun).  Ketiga nama ini di kenal sebagai perintis kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) bukan hanya marga jaya tetapi juga Kecamatan Pagar Dewa yang dimekarkan dari Kecamatan Sekincau Tahun 2010. 
Kondisi Jalan Menuju Pekon Margajaya
Tersebut nama Ibu Marsonita yang dilahirkan di Semarang pada tanggal 29/06/1973, Istri dari Bapak Abidin dan ibunda dari Raihan (5 Tahun),
Berawal dari perasaan gundah karena pada media sebelumnya  tiga orang perempuan ini adalah anggota kelompok simpan pinjam Pekon Basungan yang mendapatkan bantuan permodalan dari DisKoperindag Lampung Barat pada tahun 2007.   Dana bantuan awal sebesar 7 Juta rupiah yang dikucurkan Diskoperindag Lambar selama 3 tahun, dikelola bersama Ibu-Ibu lainnya  berkembang menjadi 17 Juta. Namun ketika pekon Margajaya dimekarkan dari Pekon Basungan dengan alasan bahwa domisili ibu-ibu ini bukan lagi di Pekon Basungan tetapi Pekon Marga Jaya  Ketiga perempuan ini bersama teman-temannya diminta untuk keluar dari kelompok Simpan Pinjam Pekon Basungan dan hanya dikembalikan simpanan pokoknya sebesar Rp 10.000/orang dan Pesangaon Sebesar Rp 200.000,-  Alhasil total dana yang mareka terima sebesar Rp. 360.000 ,- (Tiga Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah).  Sambil bertutur kepada Tim yang berkunjung ke Pekon Margajaya Siang itu Ibu Wirniati meneteskan air mata mengenang pahit getirnya perjuangan yang telah ia dan teman-temannya lakukan untuk mengembangkan kelompok Basungan dan perasaan sedih ketika harus menerima kenyataan mareka harus hengkang dan hanya mendapat bagian Rp 360.000,- .  Dan untuk melampiaskan kesedihannya Ibu Marsonita, Wirniati, Nurlelawati dan atas persetujuan teman-teman mareka lainnya bersepakat  membelanjakan uang  ini untuk membeli sebuah pigura bertuliskan Sumpah Setia PKK dan di kembalikan lagi ke Pekon Basungan.  Cerita ini akan selalu terkenang bukan untuk dendam, tetapi ini akan selalu memotivasi kami untuk memajukan kelompok yang sekarang kami gerakkan. Kata Wirniati.
Pertemuan Rutin Kelompok SPP Mandiri Kec Pagar Dewa
Lalu bagaimana dengan kelahiran dan perkembangan kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) Mandiri Kecamatan Pagar Dewa..???  Kelompok mandiri lahir selain dari cerita di atas juga karena dorongan para suami dari ketiga permpuan ini.  Diselimuti rasa sedih saat bergabung dengan kelompok Basungan sebelumnya membuat ketiga perempuan ini orah-ogahan untuk menjalin kemitraan dengan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pagar Dewa yang menawarkan SPP kali pertama.  Apalagi yang terbersit dipikiran ketiga ibu rumah tangga ini bahwa idealnya simpan pinjam harus berangkat dari skema musim produk hasil pertanian masyarakat  Kecamatan Pagar Dewa pada umumnya yaitu satu tahun sekali, dengan kata lain bahwa idealnya pinjaman pun harus dicicil satu tahun sekali, dan ini tidak memungkinkan diprogram SPP yang harus dicicil setiap satu bulan sekali.  Lagi-lagi peran para suami yang mempengaruhi keputusan ketiga perempuan ini sehingga akhirnya menerima system yang di tawarkan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pagar dewa; Suami saya yang kebetulan Peratin di sini yang  terus mendorong kami. Kata Nulela
Dengan segala pertimbangan pada tahun 2012 ketiga perempuan ini memutuskan untuk membentuk kelompok SPP Mandiri dan mengajukan pinjaman ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pagar Dewa dengan jumlah pinjaman untuk pertama kali Rp 19.000.000,- untuk sepuluh orang anggota dan pengurus.   Jumlah yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan jumlah uang yang pernah dikelola sebelumnya dan kebutuhan pengembangan usaha anggota.  System dan bunga yang telah disepakati dengan UPK Kecamatan Pagar Dewa sebelumnya oleh kelompok Mandiri yang beranggotakan sepuluh orang di modifikasi dengan maksud dan tujuan memajukan kelompok.  Dari modifikasi ini yang paling kentara adalah alokasi bunga yang dipatok 4 % dan telah disepakati dalam kelompok.  Pembagian 4 % ini dibagi menjadi: 2 Persen untuk pengembalian modal, 1 Persen Simpanan Kelompok, dan  1 % untuk pengurus.    Semua anggotanya menyepakati system ini, dengan model ini dirasa bukan saja lebih cepat berkembang tetapi lebih nayaman dan aman bagi kelompok yang notabene usahanya dari berdagang sayur-sayuran dan kelontongan ini.  Hal ini dapat dilihat dari pola yang di terapkan saat ini, dimana selain mengelola dana dari UPK kelompok mandiri juga mengelola dana 5 juta yang di gulirkan ke anggota lainnya (diluar anggota kelompok mandiri yang telah menyerap dana SPP dari PNPM-MPd yang laba atau keuntungannya murni untuk kemajuan kelompok mandiri atau di gulirkan kembali.  Dan berkat pola ini pula dalam kurun waktu 2 tahun ini kelompok mandiri kini telah berkembang menjadi menjadi 4 kelompok yaitu mandiri I, mandiri II, mandiri III, dan Mandiri IV.    Dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun, juga tidak sedikit rintangan dan hambatan yang dihadapi ketika awal hendak mengembangkan kelompok ini, mulai dari cemoohan dan ejekanpun kerap di terima oleh ketiga perempuan ini; julukan rentenir lintah darat pernah kami terima. Kata Wirniyati
Kebun Kacang Milik Anggota Kel SPP Mandiri II
Kini kenangan saat awal pendirian dan proses pengembangan akan selalu menyertaai kelompok mandiri menuju kemandirian, suka duka akan berujung manis pada saatnya nanti.  System cicilan perbulan tidak selamanya memberatkan kalau kita konsisten dan rajin, setidaknya kalimat ini yang selalu di katakan oleh Ibu Marsonita ketika melakukan sosialisasi manfaat program SPP ke Pekon-Pekon lainnya di Kecamatan Pagar Dewa di tengah kesibukannya yang juga dipercaya oleh masyarakat sebagai anggota Badan Kerjasama Antar Pekon (BKAP) Kecamatan Pagar Dewa.
Di akhir pertemuan dengan tim Ibu Nurlela dan Ibu Wirniati juga menegaskan bahwa apa yang telah mareka alami dan rasakan adalah bukti nyata manfaat keberadaan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP).  Kedua perempuan ini hanya berharap program ini akan bisa menampilkan cerita-cerita dari kelompok dan perempuan lainnya di negeri ini.  Semoga  (tim.)