Sore itu rabu 12 oktober 2011, Pukul 16.30 waktu Suoh dan
sekitarnya, pulang dari memfasilitasi Musyawarah Pekon Pertanggungjawaban
penggunaan dana BLM di salah satu pekon di Kecamatan Suoh, aku menelpon Istri
tercinta yang lagi kutitipkan pada mertua di daerah Cibubur Jakarta Timur,
menanyakan kabarnya hari itu dan kabar anakku di dalam kandungannya yang baru
berumur delapan bulanan.
Selesai teleponan mandi dan siap-siap
mau sholat magrib, selesai sholat makan malam, pukul 20.00 kurang lebih telepon
genggamku bunyi kakak iparku yang nelpon, “Sir
jangan panik, istrimu malam ini sudah di rumah sakit, dan udah di tangani
dokter, tadi istrimu mengalami pecah ketuban.
Walau sudah di pesan untuk tidak panik
tetap aja perasaan panik itu ada, malam itu aku langsung menghubungi kakakku untuk
minta tolong di pesankan tiket bus, dengan di temani saudara angkatku di Suoh
sini, kurang lebih pukul 20.15 kami berangkat dari Suoh.
Kurang lebih perjalanan satu jam dari Suoh, tepatnya di daerah hutan kawasan, baru saja selesai hujan inilah petualangan yang sesungguhnya dimulai, motor susah sekali dikendalikan dengan setabil karena selain jalannya menanjak jalannya masih tanah merah berlumpur, biasanya aku kalo pulang dan jalanan becek pake rantai yang dipasangkan pada roda motor, kali ini kebetulannya aku lagi tidak bawa rantai karena buru-buru ditambah panik.
Pukul 01.00 dini hari kami nyampe di pekon
ringin jaya dengan napas ngos-ngosan, keringat mengucur deras dan mandi lumpur,
kami menukarkan motor di rumah salah seorang anggota kelompok SPP, yang kebetulan
motornya ada dan rantai bannya. Kami teruskan perjalanan sekitar 17an
kilo meter lagi jam menunjukkan angka 1.17 Wib, motor ini agak membantu hanya
saja karena motor ini pake kompling tangan, jadi kami berdua tidak bisa gentian
nyetir, celakanya setiap jalannya ada kubangan kami berdua jatuh karena kakiku
tidak sampai untuk nyentuh tanah, di tambah kondisi tubuh sudah letih dan
kedinginan. selama pake motor ini kuhitung tujuh kali kami jatuh dan tercebur
dalam kubangan air campur lumpur.
Pukul 2.20 WIB rante ban kami putus, beruntungnya sekitar 50an meter di depan kami ada warung yang biasanya jual onderdil motor, dengan sisa-sisa tenaga kami dorong motor ke warung tersebut, tapi si pemilik warung ragu untuk membukakan warungnya mungkin karena sudah terlalu malam, dan di tambah gerimis, kebetulan juga warung ini menyendiri ditengah perkebunan kopi jauh dari perkampungan, tapi karena aku memaksa dan mengenalkan diri, ahirnya pemilik warung mau juga membukakan warungnya dan membantu kami nyambungin rante ban.
Dalam kondisi normal aku gak akan
sanggup untuk meneruskan perjalanan ini badan dan tulang terasa remuk semua, tenaga semua terkuras habis, mata ngantuk badan basah kuyup, jadi
menggigil kedingan. Pukul 4an kami sampai di pekon Tiga
Jaya, kecamatan Sekincau kemalangan datang lagi, rante ban motor kami
menggulung di Gear depan, syukurnya sekitar 10 meteran rumahnya peratin (kepala
desa) pekon ini, kebetulan aku kenal baik dengan beliau. Kami ketok rumahnya, maksudnya kalo
boleh pinjem motor kalo tidak boleh ya kamiau numpang Tidur / minep, aku udah pasrah gak mungkin
lagi berangkat ke Jakarta jam segini, pak peratinnya baik banget menawarkan
tempat minep atau sudi meminjamkan motornya untuk kami meneruskan perjalanan, aku senang
banget dengan tawaran ini, kami di pinjami motor berkopling, lagi-lagi masih harus
aku yang setir motornya.
Sampe rumah jam 5 subuh, bersih-bersi lalu tidur, baru aja lelap udah di bangunkan travel udah nunggu, selama perjalanan aku tertidur. Transit di Bandar Lampung, pake travel aku lanjut ke Bakauheni, aku agak tenang karena istriku telpon mengabarkan kalo kondisinya udah membaik dan saran dokter mondok di rumah sakit sampai melahirkan .
Jam 1siang aku dapat kabar kalo istriku udah bukaan tiga, aku agak menyesal dapat kabar ini karena kabar ini terlambat kalo saja kabar ini lebih awal aku bisa naik pesawat, tapi ini aku udah di atas kapal laut.
Tepat pukul 15. 47 Wib aku mendapat kabar bahwa anakku lahir, pandanganku menerawang jauh di ketengah lautan tak terasa air mataku menetes tanpa dapat kukendalikan, aku merasa berdosa pada istriku, berjuang melahirkan anak kami sendirian, sementara
aku masih di ombang-ambingkan ombak, kapal berlayar serasa pelan sekali Setelah
sandar di pelabuhan merak aku berlari mencari travel, ku carter trevel sampai
daerah cimanggis Depok.
Sesampainya di Rumah sakit langsung kupeluk istriku tersayang, kami berdua berangkulan sambil sama-sama menangis, beberapa saat kemudian aku mulai bisa mengendalikan perasaanku, kuamati sekitar ruangan tapi yang membuat aku agak heran bayiku
gak ada di samping istriku” mana Anak
kita Dek?”
“Masih
dirawat bidan bang di ruangan Ferinatologi” jawab
Istriku. Kenapa mesti dirawat Dek!!! Suara ku agak ninggi dan kembali panik tambah
bingung, berat badannya rendah
mengharuskan dirawat di ruang Ferinatologi. kata istriku
Aku berlari ke ruangan itu tapi gak boleh masuk hanya boleh liat dari balik kaca, hatiku menjerit melihat bayi kecil itu harus di infuse dan diberi alat bantu nafas serta selang makan dimulutnya. Aku gak tega melihat itu kalo bisa di tukar biar aku yang ngejalani itu semua.. Sampai aku di ruangan istriku aku menangis sejadi-jadinya.. Setelah agak tenang dan menyadari semuanya harus kujalani, kuraih HP untuk minta izin pada Fasilitatator kabupaten (Faskab) untuk izin meninggalkan lokasi tugas sekalian berbagi kesedihan (curhat), dan dengan bijak Faskab menjawab “ kalo Mau merdeka harus dilawan, kalo menyerah berarti kematian” luar biasa makna kalimat ini aku harus melawan dan memeperjuangkan anakku menghadapi kenyataannya tidak boleh menyerah, kami harus merdeka….
Dalam termenungku, lamunan ku terselip
Tanya dalam hati “ mau jadi apa aku kelak “ makna sebenarnya dari kalimat itu
setelah semuanya kualami apa yang akan menjadi akhir dari kerjaanku ini yang
mengharuskan aku terpisah dari istri dan anakku.
Semua ini harus kulawan biar kelak kami
bertiga merdeka dan mengenyam hasil dari perjuangan ini……
Selama 20 hari anak kecil itu di Rawat di ruang Ferinatologi
Ini konsekwensi nak atas pilihan yang
ayahmu jalani……..” jadi apa anak ku kelak”
moga lebih baik dari ayahmu ini….