![]() |
Leily Nurul Badriyah/KPMD Pemberdayaan Pekon Cipta Waras Kecamatan Gedung Surian Lampung Barat |
Rinai
hujan di pagi hari membuat tubuhku enggan untuk terbangun. Aku menatap
langit-langit kamar ku sekilas, sebari menggeliat,Hooaamm…. Aku kembali
menguap. Rasanya selimut ini ingin ku tarik lagi untuk menutupi seluruh tubuhku
dan kembali terpejam. Baru saja aku menutupi seluruh tubuh dengan selimut,
tiba-tiba pintu kamarku ada yang mengetuk.
Tok,,,tok,,,tok,,,
“Nabilaaaa…. Bangun sudah siang, mau bangun jam berapa kamu ??”
Umi dengan suara khas nya meneriakiku dari luar.
Entah teriakan yang keberapa kalinya di pagi ini.
“hmmmm,, iya mi
sebentar” jawab ku malas.
“dari tadi
sebentar-sebentar terus tapi gak bangun-bangun, Aby kamu sebentar lagi pulang
dari masjid tuh, kamu mau di omelin Aby lagi seperti tempo hari????”
Ujar Umi masih
di depan pintu kamarku.
“iya Umiiii ini
bangun ko,” balasku sembari turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.
“Masya Allah,
anak Umi matanya masi merem aja, ayo cepet bangun, wudhu kemudian sholat shubuh
biar seger”
“iya Mi,hoamm”
Umi pun membelai
rambutku sembari menuntunku menuju tempat wudhu.
Ketika aku selesai Sholat, tak lama
Aby pulang dari masjid.
“tok,,tok,,tok,,
Assalaamualaikum….”
“waalaikumsalam
warahmatullah”
Jawab ku dan Umi
serempak.
Aku pun membuka
pintu.
“tumben anak Aby
jam segini udah bangun” ledek Aby.
“Nabila kan udah
tobat By,” jawabku sembari menyium tangan Abiy.
“itu juga karena
tadi Umi ingetin soal omelan Aby tempo hari,hehehe” tiba-tiba Umy berseloroh.
“akh Umi,” ku
cubit lengan Umiku tersayang.
“wahh, takutnya
bukan sama Allah dong, tapi takut sama omelan Aby” ujar Aby.
“dua-duanya By,
hehehe” selorohku sembari berlalu ke kamar.
Aku duduk di depan meja belajarku,
ku buka buku harian ku. Catatan pagi ini:
Hujan…. Tahukah kamu,,
Rinaimu adalah anugerah,
Anugerah sang pencipta yang maha
pengasih,
Hujan…. Mungkin sebagian insan di luar
sana tak menghendaki mu turun pagi ini.
Tapi aku,, aku tetap bersyukur, karena
berada di bawah atap yang melindungiku. Aku bersyukur tak terlalu merasa dingin
karena tersentuh oleh mu.
Ya Allah,, terimakasih atas anugerahMu.
Bimbing aku untuk selalu bersyukur atas apa yang ku peroleh dariMu, Aamiin….
Jam
di dinding kamarku menunjukkan angka 06.00. hujan belum juga reda. Tapi aku
harus tetap pergi ke sekolah karena ada ulangan Bahasa Indonesia. Ku raih
handuk yang tergantung di pintu kamarku.
“Umi, ada air
hangat tidak ?”
Tanyaku pada Umi.
“aiihh,, udah
besar masih aja mandi pengennya pake air hangat.”
“dingin Umi
sayang….”
“kebiasaan akh.
Sudah sana mandi, nanti kesiangan lho,,ada ulangan kan hari ini?”
“iya Mi….”
Jawabku santai.
30 menit
kemudian….
“Nabila, sarapan dulu. Nih udah Umi
siapin nasi goreng kesukaan kamu, masih anget nih. Kalo udah dingin gak enak
lagi lho….”
“Iya Mi,
sebentar lagi, lagi pake kerudung nih.”
Tak lama aku pun
keluar menuju meja makan.
“Aby mana Mi ?”
“Aby udah
berangkat dari tadi, katanya ada rapat penting dengan koleganya yang dari luar
kota, tau sendiri kan Aby kamu paling gak mau bikin orang nunggu”. Jawab Umi
panjang lebar.
“oh gitu. Iya
Aby emang orang paling disiplin Mi.” Ujarku sembari menyuapkan nasi goreng ke
mulutku.
“tapi bagus kan
??”
Tambah Umi.
“iya sii,,ya
udah Mi, Nabila berangkat ya Mi.”
“lho kok gak di
abisin ??”
“kenyang Mi, mau
ulangan. Kalo kekenyangan yang ada malah ngantuk nanti di kelas. hehee”
“bisa aja kamu,
ya sudah. Hati-hati ya sayang, pulang sekolah langsung pulang, jangan keluyuran
dulu.”
“iya Umi ku
sayaaaang” ku cium tangan Umi dan ku kecup pipinya.
Setibanya di sekolah….
“Nabilaaaa….”
Tiba-tiba ada
seseorang yang suaranya tak asing lagi di telingaku sudah ada di belakangku.
Ya, dialah Sasha, Sahabat ku sejak masi di bangku SD.
“hai Sha, udah
belajar belum ?? tanyaku.”
“sedikit Na.tau
sendiri semalem ujan deres banget. Aku belajar dari habis Maghrib sampai Isya.
Habis Isya langsung tidur, heehee” seloroh Sasha.
“huuuu,,,,dasar”
kataku sembari mencubit lengannya.
“auuu, sakit Sha
!!” ujarnya meringis.
“akh lebay kamu”
Sasha tertawa.
Kami pun beralan beriringan menuju kelas.
Tak lama kemudian bel masuk
berbunyi. Ulangan pun dimulai. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim ku buka lembaran soal di tangan ku. “Ya Allah mudahkan segalanya, Aamiin”
doaku dalam hati.
Tiga puluh menit kemudian aku
selesai mengerjakan semua soal. Aku optimis bisa mengerjakan hampir semuanya.
Ku lihat Sasha yang duduk di belakangku. Dia terlihat sedikit gugup.
“tenang Sha,
jangan tegang” hiburku.
Sasha hanya
tersenyum dan memberikan isyarat agar aku segera keluar dan menunggunya di
depan kelas.
Tak lama
kemudian Sasha keluar dari kelas.
“gimana Sha ??”
tanyaku.
“yaa,, 70 % lah
Na. semoga gak mengecewakan hasilnya. Coba aku sepinter kamu Na”
“apaan sih Sha,
aku juga sama kali kayak kamu, Cuma bedanya aku lebih seneng baca daripada
nonton,hahaa” ujarku sembari berlari menjauhinya. Aku tahu apa yang akan dia
lakukan terhadapku.
“Nabilaaaaaaaaaa
!!!!! awas kamu ya” ancamnya.
Jam di tanganku menunjukkan pukul
09.30.
“Sha, ke
musholla yuk.” Ajakku setelah lelah berkejaran dengannya.
“ayuk. Tapi
habis itu ke kantin ya, lapeeerrrr” jawabnya.
“huuu,, makan
melulu kamu ini !”
“nutrisi ku udah
abis buat ngisi soal tadi Na”
Aku pun tertawa
mendengar celotehnya.
Aku dan Sasha memang terbiasa
mengerjakan sholat sunnah Dhuha setiap jam istirahat. Kata Aby sholat dhuha itu
pembuka rezeki. Tapi sebenarnya bukan itu si alasannya. Aku memang sudah
terbiasa di didik untuk mengerjakan sholat-sholat sunnah selain sholat wajib,
untuk menambah pahala. Awalnya Sasha hanya bersedia menungguku di depan mushola
sekolah. Tapi sekarang Sasha pun sudah mengikuti jejakku. Alhamdulillah, semoga
Allah selalu memberikan keberkahan untuk Kami, Aamiin….
Hujan belum juga berhenti meskipun
tinggal gerimis.
“ujannya lama
banget ya Na,” kata Sasha seraya membetulkan tali sepatunya.
“iya Sha, emang
lagi musimnya kali”
Baru saja kami hendak beranjak ke
kantin, tiba-tiba ada pak Anton, kepala bidang kesiswaan di sekolah ku
menghampiri.
“Nabila,,,,”
panggilnya tergopoh-gopoh.
“iya pak, ada
apa ?” tanyaku penasaran. Tidak biasanya aku berurusan dengan bidang kesiswaan.
Karena biasanya yang berurusan dengan mereka adalah siswa-siswa yang bermasalah
di sekolah.
“barusan Bapak
dapat telpon dari Ibu mu….” Tambahnya sedikit gugup.
“Umi,,, kenapa
dengan Umi saya Pak ?” aku penasaran. Aku takut terjadi apa-apa dengan Umi.
“Ibu mu tidak
apa-apa, tapi ada berita buruk….” Pak Anton semakin gugup.
“ada apa pak ??”
tanyaku was-was.
Sasha memegangi
pundakku.
“kamu yang sabar
ya, barusan Bapak dapat telpon dari Ibu mu bahwa Ayah mu mengalami kecelakaan
ketika berangkat menuju kantornya, dan beliau meninggal seketika di Tempat.
Saat ini jenazah beliau sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah mu.”
Seketika semua
yang ada di sekelilingku terasa gelap. Aku hanya merasa seluruh badanku lemas
seketika. Air mataku mengalir deras, dan tiba-tiba aku merasa limbung.
Sayup-sayup ku dengar Sasha memanggil namaku sebelum akhirnya aku benar-benar
tidak lagi mengetahui apa yang terjadi.
Ku buka mataku perlahan. Aku menatap
sekeliling, aku mengenal ruangan ini. Ya, ini kamarku. Sayup-sayup ku dengar
isak tangis di sebelahku. Setelah mataku benar-benar terbuka, aku melihat Umi
dengan matanya yang sayu. Ada juga Sasha yang tak kalah sembab matanya.
Tiba-tiba aku teringat dengan kejadian di sekolah tadi.
“Aby….” Lirihku.
Air mataku kembali berderai. Antara percaya dan tidak. Ini ku rasakan seperti
sebuah lelucon dalam hidupku. Umi hanya memelukku dengan air mata yang terus
berderai mengenai wajahku. Aku tahu Umi ingin menunjukkan ketegarannya di
hadapanku. Dengan berusaha tersenyum, Umi berkata
“Sabar ya
Sayang, Allah lebih mencintai Aby”.
Mendengar
pernyataan Umi aku kembali terkulai. Ternyata benar, Aby yang ku cintai, yang
tadi pagi masi ku lihat senyumnya, ternyata itu adalah senyum terakhir yang
beliau tunjukkan kepadaku. Sasha menggenggam tanganku dengan erat.
“sabar Na, Umy
bener, Allah lebih mencintai Aby kamu. kamu harus ikhlas.” Ucapnya pelan.
Air
mataku semakin deras mengalir. Perlahan aku mencoba untuk bangun. Dengan di
bantu Umi, Sasha dan beberapa tetangga aku berjalan perlahan menuju ruang tamu.
Disana terlihat begitu banyak tetangga dan rekan-rekan bisnis Aby. Namun yang
paling membuat hatiku begitu miris adalah sesosok tubuh yang terbujur kaku yang
ditutupi kain di tengah-tengah kerumunan itu.
Aku
terjatuh tepat di samping wajah Aby. Lalu perlahan ku buka kain yang menutupi
wajah beliau. Aku tak kuasa menahan air mataku saat itu. Ku dekap tubuh yang
sudah tidak bernyawa itu.
“Aby….” Ucapku
lirih.
“kenapa Aby
pergi secepat ini, sebelum Aby melihat Nabila mengenakan seragam Dokter seperti
yang Aby inginkan” batinku.
Tiba-tiba Aku
teringat kata-kata Aby tempo hari saat aku diceramahi oleh beliau.
“Nabila, Aby
tidak pernah memaksamu melakukan semua hal yang Aby mau. Aby hanya mau kamu
nurut sama Aby untuk taat sama agama kita. Selain manfaatnya buat diri kamu
sendiri tapi itu juga akan bermanfaat buat Aby kalo Aby gak ada di rumah”.
Dulu aku hanya
berfikir maksud perkataan Aby adalah jika beliau sedang pergi berbisnis,maka
siapa lagi yang akan mendoakannya selain aku dan Umi. Kini aku mengerti,itu
adalah pesan terakhirnya untukku.
“sayang, lihat
di sebelah barat sana,ada pelangi yang muncul sangat indah. Kamu tahu apa itu
artinya ? artinya bumi bersedia menerima jasad Aby mu, bahkan pelangi pun ikut
mengiringi kepulangannya” ujar Umi lirih.
Aku tahu Umi sedang
berusaha menguatkanku, Umi ingin aku tersenyum lagi. Maka dengan sedikit
dipaksakan, aku pun tersenyum.
“iya Umi, Nabila
tahu. Semoga Allah memberkahi Aby disana dan melapangkan dada kita yang disini
” balasku tak kalah lirih.
Dalam hati aku
berjanji, aku ingin menjadi pelangi untuk Umi yang selalu menemani dan
mengiringinya seperti pelangi yang menghantarkan Aby ke tempat
peristirahatannya yang terakhir di ujung senja ini….