BREAKING
Tampilkan postingan dengan label Faslitator. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Faslitator. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2014

Berbagi Cara membina Kelokpok SPP


FK  Kecamatan Sekincau


Mencintai pekerjaan itu wajib, apalagi jika pekerjaan itu merupakan pemberdayaan yang berhubungan dengan masyarakat”



Bagi seorang fasilitator kecamatan atau bekerja  dibidang pemberdayaan lainnya, bertemu dengan masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin bahkan wajib yang terkadang dalam kondisi apapun tidak bisa menolak disaat masyarakat membutuhkan kita, itu adalah salah satu konsekwensi dari pekerjaan.
Bertemu dengan masyarakat pada saat musyawarah, saat  kegiatan fisik, dan  yang paling sering kita alami yaitu bertemu dengan kelompok ibu-ibu SPP, seperti halnya dengan kecamatan-kecamatan yang lain di Kecamatan saya tempat bertugas yaitu Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat kuantitas bertemu dengan kelompok SPP lebih sering dibandingkan bertemu dengan pelaku PNPM lainnya.
Tingkah dan laku bermacam-macam dari ibu-ibu kelompok SPP tentulah sering kita temukan yang mungkin bagi sebagian orang hal yang biasa tapi bagi saya itu adalah tempat belajar.
Dengan latar belakang yang berbeda terkadang tingkah mereka memberikan warna tersendiri dalam pendampingan, tapi yang selalu membuat saya kagum adalah mereka adalah ibu-ibu yang mempunyai andil dalam mensejahterakan keluarganya yang jika dilihat dari latar belakang pendidikan mereka bukanlah seorang lulusan sarjana atau  mempunyai keahlian khusus. Ya, tentunya berkat adanya Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) mereka bisa mengembangkan usahanya sehingga bisa menambah pendapatan keluarga.
Kembali ke tingkah kelompok perempuan yang pernah saya temui;  ternyata tak semudah yang dibayangkan bahwa mereka dengan cepat bisa merespon apa yang telah disepakati sekalipun telah dilaksanakan pelatihan, semisal pembukuan. Dengan berbagai alasan seperti sibuk jualan masih saja ditemukan kelompok yang tidak mempunyai pembukuan, tidak paham pembukuan, dan masih banyak alasan-alasan yang lain, bahkan ada juga yang mengatakan ‘yo wis yang penting bayar, ora iso, ndak usah ada itu pembukuan sgala’…. Terkadang bila sudah begini, saya sebagai fasilitator harus mencari bagaimana caranya agar mareka mau menjalankan administrasi kelompok yang lainnya. Sehingga ada alat kontrol, dokumentasi, dasar pengambilan keputusan,  monitoring dan evaluasi perkembangan kelompok, serta alat untuk memupuk kepercayaan anggota.
     Tanpa alat yang didalamnya melekat fungsi sebagaimana disebutkan di atas rasanya sulit untuk mengembangkan  kelompok.  Selain itu peran pengurus kelompok sangatlah penting untuk mendorong dan menjaga agar kelompok tetap konsisten menjalankan adminitrasi kelompok yang mempunyai fungsi sebagaimana tersebut.
        Sangat ideal memang jika setiap kelompok dapat melakukan pengadministrasian kelompok dengan benar, tapi seperti yang digambarkan di atas pada kenyataannya di lapangan tidak seperti membalik telapak tangan.  Semisal di Kecamatan Sekincau hal ini penuh dengan tantangan dan perlu ada cara,  maka salah satu cara yang mulai diterapkan di Kecamatan sekincau  saat ini yaitu setiap kelompok melakukan penyetoran cicilan ke kantor UPK maka kelompok wajib membawa semua pembukuan, disitulah UPK, FK/FT dapat sekaligus melakukan pembinaan rutin untuk memfasilitasi memperbaiki administrasi kelompok. Saya berharap semoga hal yang terlihat kecil namun sangat berdampak ini akan tetap memelihara kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) yang ada di Kecamatan Sekincau, sehingga kelak RTM penerima manfaat SPP akan tertib adaministrasi yang kemudian berimplikasi pada kesejahteraan mareka sendiri seperti yang di cita-citakan. Aamiin

Rabu, 14 Mei 2014

JADI APA AKU KELAK..????




Sore itu rabu 12  oktober 2011, Pukul 16.30 waktu Suoh dan sekitarnya, pulang dari memfasilitasi Musyawarah Pekon Pertanggungjawaban penggunaan dana BLM di salah satu pekon di Kecamatan Suoh, aku menelpon Istri tercinta yang lagi kutitipkan pada mertua di daerah Cibubur Jakarta Timur, menanyakan kabarnya hari itu dan kabar anakku di dalam kandungannya yang baru berumur delapan bulanan.

Selesai teleponan mandi dan siap-siap mau sholat magrib, selesai sholat makan malam, pukul 20.00 kurang lebih telepon genggamku bunyi kakak iparku yang nelpon, “Sir jangan panik, istrimu malam ini sudah di rumah sakit, dan udah di tangani dokter, tadi istrimu mengalami pecah ketuban.
Walau sudah di pesan untuk tidak panik tetap aja perasaan panik itu ada, malam itu aku langsung menghubungi kakakku untuk minta tolong di pesankan tiket bus, dengan di temani saudara  angkatku di Suoh sini, kurang lebih pukul 20.15 kami berangkat dari Suoh.

Kurang lebih perjalanan satu jam dari Suoh, tepatnya di daerah hutan kawasan, baru saja selesai hujan inilah petualangan yang sesungguhnya dimulai, motor susah sekali dikendalikan dengan setabil karena selain jalannya menanjak jalannya masih tanah merah berlumpur, biasanya aku kalo pulang dan jalanan becek pake rantai yang dipasangkan pada roda motor, kali ini kebetulannya aku lagi tidak bawa rantai karena buru-buru ditambah  panik.
Pukul 01.00 dini hari kami nyampe di pekon ringin jaya dengan napas ngos-ngosan, keringat mengucur deras dan mandi lumpur, kami menukarkan motor di rumah salah seorang anggota kelompok SPP, yang kebetulan motornya ada dan rantai bannya. Kami teruskan perjalanan sekitar 17an kilo meter lagi jam menunjukkan angka 1.17 Wib, motor ini agak membantu hanya saja karena motor ini pake kompling tangan, jadi kami berdua tidak bisa gentian nyetir, celakanya setiap jalannya ada kubangan kami berdua jatuh karena kakiku tidak sampai untuk nyentuh tanah, di tambah kondisi tubuh sudah letih dan kedinginan. selama pake motor ini kuhitung tujuh kali kami jatuh dan tercebur dalam kubangan air campur lumpur.

Pukul 2.20 WIB rante ban kami putus, beruntungnya sekitar 50an meter di depan kami ada warung yang biasanya jual onderdil motor, dengan sisa-sisa tenaga kami dorong motor ke warung tersebut, tapi si pemilik warung ragu untuk membukakan warungnya mungkin karena sudah terlalu malam, dan di tambah gerimis, kebetulan juga warung ini menyendiri ditengah perkebunan kopi jauh dari perkampungan, tapi karena aku memaksa dan mengenalkan diri, ahirnya pemilik warung mau juga membukakan warungnya dan membantu kami nyambungin rante ban.
Dalam kondisi normal aku gak akan sanggup untuk meneruskan perjalanan ini badan dan tulang terasa remuk semua, tenaga semua terkuras habis, mata ngantuk badan basah kuyup, jadi menggigil kedingan.  Pukul 4an kami sampai di pekon Tiga Jaya, kecamatan Sekincau kemalangan datang lagi, rante ban motor kami menggulung di Gear depan, syukurnya sekitar 10 meteran rumahnya peratin (kepala desa) pekon ini, kebetulan aku kenal baik dengan beliau.  Kami ketok rumahnya, maksudnya kalo boleh pinjem motor kalo tidak boleh ya kamiau numpang Tidur / minep, aku udah pasrah gak mungkin lagi berangkat ke Jakarta jam segini, pak peratinnya baik banget menawarkan tempat minep atau sudi meminjamkan motornya untuk kami meneruskan perjalanan, aku senang banget dengan tawaran ini, kami di pinjami motor berkopling, lagi-lagi masih harus aku yang setir motornya.

Sampe rumah jam 5 subuh, bersih-bersi lalu tidur, baru aja lelap udah di bangunkan travel udah nunggu, selama perjalanan aku tertidur. Transit di Bandar Lampung, pake travel aku lanjut ke Bakauheni, aku agak tenang karena istriku telpon mengabarkan kalo kondisinya udah membaik dan saran dokter mondok di rumah sakit sampai melahirkan .

Jam 1siang aku dapat kabar  kalo istriku udah bukaan tiga, aku agak menyesal dapat kabar ini karena kabar ini terlambat kalo saja kabar ini lebih awal aku bisa naik pesawat, tapi ini aku udah di atas kapal laut.
Tepat pukul 15. 47 Wib aku mendapat kabar bahwa anakku lahir, pandanganku menerawang jauh di ketengah lautan tak terasa air mataku menetes tanpa dapat kukendalikan, aku merasa berdosa pada istriku, berjuang melahirkan anak kami sendirian, sementara aku masih di ombang-ambingkan ombak, kapal berlayar serasa pelan sekali   Setelah sandar di pelabuhan merak aku berlari mencari travel, ku carter trevel sampai daerah cimanggis Depok.
Sesampainya di Rumah sakit langsung kupeluk istriku tersayang,  kami berdua berangkulan sambil sama-sama menangis, beberapa saat kemudian aku mulai bisa mengendalikan perasaanku, kuamati sekitar ruangan tapi yang membuat aku agak heran bayiku gak ada di samping istriku” mana Anak kita Dek?”
“Masih dirawat bidan bang di ruangan Ferinatologi” jawab Istriku. Kenapa mesti dirawat Dek!!!  Suara ku agak ninggi dan kembali panik tambah bingung, berat badannya rendah mengharuskan dirawat di ruang Ferinatologi. kata istriku

Aku berlari ke ruangan itu tapi gak boleh masuk hanya boleh liat dari balik kaca, hatiku menjerit melihat bayi kecil itu harus di infuse dan diberi alat bantu nafas serta selang makan dimulutnya. Aku gak tega melihat itu kalo bisa di tukar biar aku yang ngejalani itu semua.. Sampai aku di ruangan istriku aku menangis sejadi-jadinya..  Setelah agak tenang dan menyadari semuanya harus kujalani, kuraih HP untuk minta izin pada Fasilitatator kabupaten (Faskab) untuk izin meninggalkan lokasi tugas sekalian berbagi kesedihan (curhat), dan dengan bijak Faskab menjawab “ kalo Mau merdeka harus dilawan, kalo menyerah berarti kematian” luar biasa makna kalimat ini aku harus melawan dan memeperjuangkan anakku menghadapi kenyataannya tidak boleh menyerah, kami harus merdeka….
Dalam termenungku, lamunan ku terselip Tanya dalam hati mau jadi apa aku kelak makna sebenarnya dari kalimat itu setelah semuanya kualami apa yang akan menjadi akhir dari kerjaanku ini yang mengharuskan aku terpisah dari istri dan anakku.
Semua ini harus kulawan biar kelak kami bertiga merdeka dan mengenyam hasil dari perjuangan ini……
Selama 20 hari  anak kecil itu di Rawat di ruang Ferinatologi
Ini konsekwensi nak atas pilihan yang ayahmu jalani……..” jadi apa anak ku  kelak” moga lebih baik dari ayahmu ini….

Minggu, 16 Februari 2014

Komentar Lukisan





  








(Email dari seorang Sahabat)

Alkisah, ada seorang pelukis terkenal. Hasil lukisannya banyak
menghiasi dinding rumah orang-orang kaya.
Si pelukis dikenal dengan
kehalusan, ketelitian, keindahan, dan kemampuan memperhatikan detail
obyek yang digambarnya. Karena itu, pesanan lukisannya tidak pernah
berhenti dari para kolektor maupun pecinta barang-barang seni.

Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa
sangat puas dengan hasil lukisannya. Menurut pandangannya, lukisan itu
sempurna. Maka, dia lantas bermaksud mengadakan pameran lukisan agar
orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahan dan kehebatannya.


Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku di dekat lukisan dengan
sebuah tulisan: "Yang terhormat, para pecinta dan penikmat seni.
Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku ini
komentar Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih atas  waktu dan komentar Anda."  Pengunjung pun silih berganti mengisi buku itu. Setelah beberapa hari, si pelukis pun membaca buku berisi komentar pengunjung pameran dan dia merasa kecewa sekali dengan banyaknya catatan kelemahan yang diberikan.
"Orang-orang ini memang tidak mengerti indahnya lukisan ini.
Berani-beraninya mereka mengritik!" batin si pelukis.

Dalam hati, dia tetap yakin bahwa lukisannya itu sangat bagus. Maka,
untuk itu dia ingin menguji sekali lagi komentar orang lain, tetapi
dengan metode yang berbeda. Untuk itu, ia membuat pameran sekali lagi,
namun di tempat yang berbeda. Kali ini, ia juga menyertakan sebuah buku
untuk diisi oleh pengunjung yang melihat lukisannya. Tetapi kali ini,
penikmat lukisannya tidak dimintai komentar kelemahan, namun untuk
memberikan komentar tentang kekuatan dan keindahan lukisan itu.


Setelah beberapa hari, si pelukis kembali membaca buku komentar
pengunjung. Kali ini, dia tersenyum senang setelah membacanya. Jika
pengunjung yang terdahulu mengritik dan melihat kelemahannya, maka
komentar yang didapatkannya kali ini berisi banyak pujian dan kekaguman
atas lukisan yang dibuatnya. Bahkan, banyak dari hal-hal yang dikritik
waktu itu, sekarang justru dipuji.



 






Dari kedua pameran lukisan yang diadakannya, si pelukis mendapatkan
sebuah pembelajaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apapun
yang kita kerjakan, sehebat dan sesempurna apapun menurut kita,
ternyata di mata orang lain, ada saja kelemahan dan kritikannya. Namun,
pastilah ada juga yang memuji dan menyukainya. Jadi, tidak perlu marah
dan berkecil hati terhadap komentar orang lain. 

Asalkan kita mengerjakan semua pekerjaan dengan sungguh-sungguh 
dan dilandasi niat  baik, itulah persembahan terbaik bagi diri kita sendiri.
(Penutur  Nazmi Roziuddin/FT Pesisir Utara Kabupaten Pesisir Barat)