"Koprasi"
Saya memang sengaja memberi tanda kutip
pada kalimat koprasi,karena sesungguhnya,ini memang bukan koprasi pada
umumnya."Koprasi" yang berkembang di benak masyarakat pekon yang saya
dampingi ini lebih tepatnya bisa di bilang rentenir atau istilah populernya
bank keliling,karena sistem yang digunakan sangat jauh dari azaz koprasi
sesungguhnya,terutama masalah bunga pinjaman yang sangat tinggi.memang
"koprasi" satu ini tidak ada jaminan apa2,tidak ada perjanjian hitam
diatas putih,dan bisa berlangsung dimana saja dan kapan saja.kebanyakan yang
jadi sasaran utama "koprasi" jenis ini adalah golongan menengah
kebawah,yang bukan membantu malah menjerat mereka dalam lilitan utang yang
tidak berkesudahan.
Ironisnya,peluang inilah yang dijadikan
solusi oleh pemuda pemuda lulusan SMA,sebagai lahan usaha mereka di daerah
rantau.pemuda pemuda ini tertarik menjadikan "koprasi" sebagai bidang
usaha mereka,karena melihat contoh kesuksesan pendahulu mereka,yang tentunya di
ukur dari segi kemapanan materi,rumah bagus lengkap dengan
fasilitasnya,kendaraan bagus dll.sehingga menjadi daya tarik tersendiri.maka
tak heran jika pemuda usia sekolah ditanya akan melanjutkan ke mana setelah
tamat,mereka menjawab,akan merantau dan membuka " koprasi",ini juga
didukung penuh oleh para orang tua,dengan memberi modal awal kepada anak anak
mereka.
***
SPP Sebagai Solusi
SPP singkatan dari Simpan Pinjam Khusus Perempuan adalah salah satu program andalan PNPM-MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan) yang
menyebar di seluruh Kecamatan di pelosok negri,begitu juga di Pesisir Barat, tapi sayangnya banyak masyarakat yang belum melihat dan memanfaatkan
program ini. Padahal menurut saya dengan adanya program
SPP ini,bisa membantu masyarakat menengah kebawah lepas dari jeratan hutang
"koprasi".
Sebagai sebuah program,SPP memang di
peruntukan bagi golongan rumah tangga miskin,khusunya untuk membantu mereka
meningkatkan tarap ekonomi yang lebih baik.
Dengan bunga pinjaman di bawah bunga bank
(1,5%) perbulan,tanpa jaminan apapun hanya perlu membentuk
kelompok,mengumpulkan identitas ,mengajukan permohonan pinjaman dan komitmen yang tinggi untuk konsisten dan
tepat waktu dalam pengembalian cicilan bulannya, merupakan solusi yang tepat
agar terbebas dari jerat bank keliling ini,sehingga masyarakat bisa
memanfaatkan dana yang diberikan sebagai modal atau tambahan modal dalam
membuka usaha tampa terbebani dengan bunga yang tinggi.
Akan tetapi sejauh ini program SPP ini belum sepenuhnya dimanfaatkan
oleh masyarakat,disamping karena minimnya pemahaman masyarakat tentang simpan
pinjam,plus dukungan aparat pekon yang kurang dalam pelaksanaannya karena ketakutan
akan tunggakan pembayaran yang berakibat pada terhentinya segala bentuk
pembangunan yang di danai oleh PNPM.
Perlu diketahui,meski alokasi dana SPP yang
dikucurkan ke masyarakat hanya maksimal 25% dari total dana BLM,akan tetapi SPP
merupakan kunci dari penyaluran dana yang diterima masyarakat terutama
kaitannya dengan dana peruntukan pembangunan bidang sarana prasarana
umum,pendidikan dan kesehatan,yang apabila ternyata dalam perjalannya kelompok
SPP ini ada tunggakan yg tidak bisa diselesaikan maka segala bentuk pendanaan
di pekon tersebut akan dihentikan,sampai tunggakan bisa di lunasi.hal inilah
yang mengakibatkan rendahnya dukungan aparat pekon untuk memberdayakan dan
mendukung kaum ibu-ibu mengikuti program SPP.
Padahal dalam perjalanan jangka panjangnya
nanti dana SPP inilah yang akan selamanya dinikmati oleh masyarakat berupa dana
bergulir yang akan menjadi dana abadi yang dimiliki,dimanfaatkan dan dikelola masyarakat setempat.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar